Minggu, 10 Januari 2010

Aturan Pasar Modal Syariah Diperkuat

Oleh:Aulia Reza Utama
Aturan Pasar Modal Syariah Diperkuat

PERTUMBUHAN ekonomi Islami regional dan internasional terus melesat.Untuk mendukung hal itu, Bapepam LK menggelar langkah nyata bagi pengembangan pasar modal Islami di Indonesia.

Pasar modal syariah merupakan jawaban konkret atas kebutuhan sektor finansial bagi masyarakat Indonesia yang tercatat sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Langkah awal bagi perkembangan pasar modal Islami (pasar modal syariah) dimulai dengan terbentuknya reksa dana syariah, Jakarta Islamic Index (JII) serta obligasi syariah yang efektif mulai 30 Oktober 2002.Sedangkan pasar modal syariah sendiri mulai diluncurkan pada 14 Maret 2003. Pada intinya, pasar modal ini sama dengan pasar modal konvensional.

Hanya, ada sejumlah peraturan syariah yang harus ditaati. Beberapa negara yang bisa dijadikan acuan untuk pembentukan pasar modal syariah, yaitu Malaysia, Mesir,Yordania,dan Turki. Emiten atau perusahaan publik yang bermaksud menerbitkan efek syariah wajib menandatangani dan memenuhi ketentuan akad sesuai dengan syariah.Selain itu,menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi prinsip-prinsip syariah dan memiliki Syariah Compliance Officer. Apabila sewaktuwaktu tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka efek yang diterbitkan dengan sendirinya sudah bukan efek syariah lagi.

Consultant Syariah KARIM Business Consulting Widyaningsih menjelaskan,sampai Agustus 2009 total mobilisasi dana pada instrumen pasar modal syariah mencapai Rp24,4 triliun. Dana ini tersebar pada instrumen reksa dana, obligasi korporasi syariah (sukuk), dan surat berharga syariah negara (SBSN). Jika ditambah dengan kapitalisasi JII, maka total dana syariah mencapai Rp878,9 triliun. Selain perkembangan dari sisi penyerapan dana masyarakat ke dalam instrumen investasi syariah ini,lanjut dia,infrastruktur berupa perangkat peraturan bagi industri tersebut sudah mulai diperkuat.

Yakni, dengan diterbitkannya beberapa peraturan Bapepam pada periode 2006 dan 2007. Puncaknya ditandai dengan disahkannya Undang-Undang (UU) SBSN pada 2008. Idealnya, jelas dia, syariah mengajarkan prinsip investasi yang sebenarnya, yaitu risks come with returns. Untuk instrumen equity, investor diajarkan memiliki visi investasi jangka panjang. Di mana praktik spekulasi, goreng menggoreng saham dengan menciptakan penawaran palsu (Najsy), short selling dan insider trading harus dapat diterima dan diterapkan sebagai transaksi yang dilarang.

Namun, papar dia, bukan berarti memanfaatkan hasil mekanisme pasar berupa capital gain adalah hal yang dilarang. Hal ini jelas dinyatakan dalam fatwa DSN-MUI. Di mana saham-saham syariah tidak hanya terbatas pada saham yang termasuk dalam JII.Pasalnya, investor dapat pula mengacu pada daftar efek syariah (DES) yang telah diterbitkan oleh Bapepam LK secara periodik.

Dia menegaskan,harus dipahami bahwa industri pasar modal syariah tidak semata-mata berdiri sendiri. Pasar modal syariah harus dapat berintegrasi dengan perbankan serta asuransi syariah. Lantai bursa syariah memainkan peran penting bagi bank, perusahaan asuransi syariah,dan pihak lainnya yang berkepentingan. Portfolio Manager PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Solahuddin Jawas menjelaskan,pada saat ini perkembangan reksa dana syariah terutama industri pengelolaannya mengalami pertumbuhan pesat. Namun, perkembangannya yang cukup besar terjadi pada 2005. Pada saat itu banyak obligasi syariah yang diluncurkan.

Hal itu kemudian memicu pemerintah untuk mengeluarkan surat berharga negara syariah pada 2007.Salah satu yang sedang in dalam berinvestasi pada obligasi syariah adalah sukuk. Pada dasarnya, lanjut dia, sukuk adalah obligasi yang berbasis syariah. Artinya, obligasi atau surat utang ini memiliki basis atau dasar syariah di mana dana yang dikumpulkan harus diinvestasikan dalam produk investasi yang halal atau diizinkan secara syariah.

Dia menambahkan,infrastrukturnya harus terus dipersiapkan. Hanya sebenarnya persentase perkembangan reksa dana syariah cukup signifikan. Bahkan kalau dilihat dari sisi industri reksa dana, pertumbuhan yang paling tinggi terjadi pada reksa dana syariah. Pangsa pasarnya juga mengalami kenaikan. Walaupun sebenarnya dari sisi nominalnya cenderung belum terasa. Sebagai perbandingan pada Mei 2009,industri reksa dana mencapai Rp100 triliun sedangkan reksa dana syariah baru Rp3,5 triliun. Jadi,kurang lebih hanya 3,5 persen saja dari reksa dana.

Kendati begitu, papar Solahudin, pertumbuhan reksa dana syariah mengalami kenaikan signifikan dari 2004 yang hanya Rp500 miliar. Sementara pada saat itu reksa dana sudah Rp90 triliun. Sebenarnya, reksa dana syariah dan konvensional hanya memiliki beberapa perbedaan saja, yakni produk, akad, dan caranya. Akad antara investor dan lembaga biasanya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.

Sebenarnya, lanjut dia, tidak ada perbedaan yang berarti antara reksa dana syariah dan konvensional. Sebab, reksa dana konvensional sebenarnya sudah menjalankan prinsip syariah. Alasannya, bagi hasil yang ditempatkan di reksa dana konvensional, mendapatkan untung besar atau rugi pun dibagi rata. (hermansah)(//rhs)

Sumber : Okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar